Minggu, 18 November 2012

PROSPEK INVESTASI GAHARU


Di bawah ini memperlihatkan secara garis besar kelayakan investasi atau usaha budidaya pohon gaharu sebagai berikut : (Investasi dihitung per 100 pohon atau luas 400 m2 dengan jarak tanam 2 x 2 m)
1. Biaya pembelian bibit : 100 x Rp. 15.000,- : Rp. 1.500.000,-
2. Biaya penanaman : 100 x Rp. 5.000,- : Rp. 500.000,-
3. Biaya perawatan (termasuk pemupukan) : 100 x Rp. 100.000,- : Rp. 10.000.000,-
4. Biaya proses inokulasi : 100 x Rp. 150.000,- : Rp. 15.000.000,-
5. Biaya proses pemanenan : 100 x Rp. 100.000,- : Rp. 10.000.000,-
6. Biaya angkutan, penjagaan, dll. 100 x Rp. 10.000,- : Rp. 1.000.000,-

Jumlah biaya pengeluaran : Rp. 38.000.000,-

6. Hasil penjualan gubal : 100 x 0,5 kg x Rp. 3.000.000,- : Rp. 150.000.000,-
7. Hasil penjualan kemedangan 100 x 5 kg x minimal Rp. 500.000,- : Rp. 250.000.000,-

Jumlah pendapatan : Rp. 350.000.000,-

TOTAL KEUNTUNGAN : Rp. 350.000.000 – Rp. 38.000.000 : Rp. 312.000.000,-

MENCARI INVESTOR UNTUK INVESTASI KAYU GAHARU

kami dari kelompok pemuda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan yang bernama "Save Generation" ujan mas merigi yang berlamat di kelurahan ujan mas atas kecamatan ujan mas kabupaten kepahiang mendapat kepercayaan HGU lahan seluas lebih kurang 54 Ha..dan kami membutuhkan investor untuk bisa ikut bekerja sama dalam hal budidaya pohon gaharu dengan system bagi hasil terserah dari investor..yang penting sama-sama menguntungkan
yang berminat segera hubungi kami di contac person 085366390707 : Ajie

dan berikut adalah sekilas anggota kami dan lahan yang telah kami bersihkan







Senin, 02 April 2012

RENCANA SHOOTING FILM LEPAS


SKENARIO FILM LEPAS
JUDUL


“KESATRIA KEPAHIANG”


DSCF5654.JPG
 
 






OLEH
ABDUL PAJRI, SH









KERJASAMA
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
{ BKKBN } PROPINSI BENGKULU

DENGAN
“Save Generation”
Pemuda LinTAs Masyarakat UjanmaS merigI



Skema Sinema
No
Uraian
Penjelasan
Keterangan

01
Pemain
1.       Satria
2.       Nadia
3.       Putra
4.       Bertha
5.       Pak Somad
6.       Toni
7.       10 Piguran


02
Lokasi Shot
1.       Perkebunan Teh Kabawetan
2.       Perkebunan Buah Naga Kabawetan
3.       Perkebunan Sengon Ujan Mas
4.       PLTA MUSI
5.       SMAN 1 Kepahiang
6.       Pasar Kepahiang
7.       Depan Perkantoran Kab. Kepahiang
8.       Polres Kepahiang
9.       Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang



03
Star Sinema
1.       Satria adalah anak seorang PNS di wilayah Kabupaten Kepahiang yang akitifitas sehari hari nya selain sekolah juga aktif di organisasi Kepememudaan yang konsisten terhadap pembrantasan penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja, dan mengelola kebun sengon dan Buah Naga hasil kerjasama dengan PT. PLN (Persero) pembangkitan Bengkulu
2.       Nadia merupakan Kekasih satria yang merupakan teman sepermainan Putra
3.       Putra Seorang Anak dari korban perceraian Orang tua yang harus putus sekolah karena meninggalkan rumah dan memutuskan untuk hidup mandiri, membuat putra berkenalan dengan seorang gay dan menjadi budak nafsu sang gay, serta menggunakan narkotika dan menjadi pengedar narkotika
4.       Bertha seorang siswa sekolah Atas yang menjadi langganan Penyalahgunaan Narkotika yang berasal dari keluarga sederhana yang memiliki 8 saudara, perhatian yang kurang, serta ekonomi yang kurang membuat dia salah dalam pergaulan berkenalan dengan Putra yang memasok obat-obat terlarang dikalangan anak SMA
5.       Pak somad orang Tua dari Satria yang bekerja Sebagai PNS di Pemda Kepahiang yang kesehariannya aktif di Koperasi Satmakura serta menggalakan Pemuda menanam ejak dini demi mengasah Kreatifitas anak muda Kepahiang
6.       Bu Rani seorang Guru BP pada SMAN 1 Kepahiang yang intens mengadakan bimbingan kepada pelajar tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan pergaulan sex bebas


04
Konflik
1.       Satria mendapatkan cibiran dikalangan teman-temannya sebagai pemuda yang Cupu yang tidak bergaul karena aktif diorganisasi kepemudaan yang konsisten terhadap pembarantasan Penyalahgunaan narkotika dan hanya menghabiskan waktu untuk berkebun sengon dan buah naga
2.       Satria menjadi ketua osis SMAN 1 Kepahiang dan membuat program satu Siswa 100 Pohon Sengon dan Buah Naga serta menjadi Kreatifitas Anak-anak Pramuka untuk giat menanam Pohon sengon dan buah naga
3.       Nadia Mengalami kecelakaan bermotor akibat ajang kebut-kebutan pembalap liar, dan harus dirawat dirumah sakit karena kritis
4.       Putra pergi dari Rumah dan memutuskan berhenti dari sekolah karena selalu cekcok dengan ibu tiri nya membuat dia harus kos di daerah pasar kepahiang dan membuat dia mengenal seorang gay dari kota bengkulu bernama toni, selain menjadi budak nafsu toni, satria juga menjadi kaki tangan toni untuk menyalurkan narkotika dikalangan remaja dan anak-anak sma, dan membuat putra berkenalan dengan Bertha dari kelurga yang berantakan, pengaruh rayuan Putra membuat bertha kecanduan narkoba dan juga menjadikan bertha sebagai pemuas nafsu putra, bertha juga dijadikan sapi perahan putra dan menjual bertha dikalangan pria hidung belang dikota bengkulu dan lubuk linggau
5.       Bertha menjadi kecanduan narkoba dan juga menjadi wanita panggilan dikalangan pria hidung belang di kota bengkulu dan lubuk linggau, bertha ketauan hamil dan mengadukan pada putra untuk mempertanggungjwabkan perbuatannya, putra berusaha mengalihkan tanggungjawabnya dan memaksa bertha untuk melakukan aborsi, dan akibat aborsi tersebut bertha mengalami pendarahan hebat dan meninggal dunia
6.        Toni mengetahui hubungan lain antara putra dan bertha membuat toni marah dan terjadi keributan besar antara toni dan putra.
7.       Toni berusaha mendekati Satria untuk dijadikan korban berikutnya, kedekatan satria dengan toni membuat putra marah dan berusaha menjebak satria, namun satria pun mengetahui sepak terjang toni dan putra dan melakukan penjebakan terhadap toni dan putra dibantu aparat kepolisian dari Polres Kepahiang


05
Ending
1.       Tertangkapnya toni dan putra serta terbongkarnya kasus kematian bertha
2.       Keberhasilan satria menjadi motivator pemuda kepahiang membuat dia mendapat pernghargaan dari pemerintah kabupaten kepahiang
3.       Satria menyemangati Pemuda-pemuda kepahiang lewat program 1 pemuda 100 pohon sengon dan buah Naga lewat Progaram “menanam sengon sejak muda insya allah kami kaya”
4.       Nadia sembuh dari sakit dan orang tua satria mendapat penghargaan sebagai keluarga sakinah dan medapatkan hadiah umroh keluarga bersama Bupati Kepahiang


06
Keterlibatan Instansi terkait
1.       Program Pemerintah Kabupaten Kepahiang “Siluna”
2.       BKKBN program “Keluarga Sejahtera”
3.       Dinas Kesehatan Progaram “kesehatan Reproduksi”
4.       Dinas pertanian “Siluna”
5.       Dinas Kehutanan “menghijaukan Bumi”
6.       Badan Narkotika Daerah “Say No To Drug”
7.       Polres Kepahiang “ Taat berlalu Lintas”
8.       PMI “ Donor untuk kesehatan ku”
9.       PT. PLN dan PLTA MUSI “Program Kemitraan pemuda dan PLN untuk karya yang lebih baik”
10.   Koperasi Sitmakura “satu Pemuda 100 Sengon”
11.   Kantor wilayah Depag “Keluarga Sakinah”
12.   Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga “aktif diusia remaja sehat dan kaya di usia tua”

07
Pesan Moral
1.       Keluarga terencana bukan hanya menjadikan anak-anak lebih sejahtera, namun memberikan kasih sayang dan perhatian yang berlimpah bagi anak-anak untuk modal mereka bergaul dan bekarya
2.       Menanam diusia muda insya allah kaya
3.       Penyalahgunaan narkotika berdampak dan berimplikasi terhadap kesehatan dan hukum
4.       Perceraian selalu berdampak pada korban terhadap anak-anak
5.       Aktif diorganisasi diusia dini belajar menjadikan kita pemimpin, terampil dan sehat dalam berfikir serta menjauhkan kita dari pergaulan sesat
6.       Sex bebas selalu berdampak negatif “kematian atau perceraian”













Starting poin
Sinema adalah sebuah alat Promosi yang paling handal digunakan, lewat alur dan cerita yang memikat dan di Visualkan akan memberikan daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya, banyak pesan yang bisa disampaikan dalam satu cerita, dan garapan ini melibatkan pihak produksi yang telah berpengalaman dan pembuatan sinema lokal, dan pernah memiliki jaringan secara nasional yang dimungkin kan karya ini bisa sampai ke seluruh pelosok Daerah, yaitu BKKBN Propinsi Bengkulu, kerjasama dengan penulis naskah ini pernah berlangsung dan menoreh keberhasilan lewat judul sinema ‘kembang-kembang trotoar” film ini telah banyak diputar diseluruh pelosok daerah bengkulu baik melalui Program Sosialisasi istansi maupun dari sosialisai Mahasiswa yang melaksankan Kuliah Kerja Nyata ke Desa-desa. Dan diharapkan dengan terjalinnya kerjasama ini maka Pemerintah Daerah Kabupaten Kepahiang dapat mempromosikan Program dan juga sumber daya alam serta keberhasilan Pembangunan ke semua Komponen Masyarakat Bengkulu Khususnya. Serta bisa menjadi media sell yang memikat bagi masyarakat.











Sinopsis
                Satria adalah seorang anak SMA yang aktif dikegiatan kepemudaan, memiliki orang tua yang bekerja sebagai PNS di Pemda Kabupaten Kepahiang, sebagai anak tunggal kasih sayang dan perhatian orang tua nya telah memupuk rasa percaya diri yang tinggi bagi satria, ia memiliki teman bernama putra seorang anak korban dari perceraian orang tua yang membawa putra terjebak dalam pergaulan bebas dan narkoba, serta bertha seorang anak dari keluarga sederhana yang memiliki 4 orang adek, dan nadia seorang gadis ayu yang menjadi pujaan hatinya. Jiwa kepemimpinan yang ia miliki membuat satria dan kelompoknya dipercayakan mengelola lahan PT. PLN untuk budidaya kayu sengon, penghargaan demi pernghargaan ia raih baik akdemis maupun non akademis, namun maslah datang ketika Putra sang sahabat menganggap dia musuh karena satria telah meluluhkan hati nadia yang merupakan teman kecil putra, dan toni seorang pengedar narkoba yang berusaha menjebak dirinya dalam sex bebas dan narkoba, satria sempat terpukul ketika kekasih hatinya nadia kritis karena ditabrak orang tak dikenal dan bertha teman satu sekolah ditemukan menjadi mayat yang mengenaskan. Mampukah putra menjadi sang kesatria kepahiang? Menyelamatkan putra sahabatnya untuk bisa kembali ke pergaulan normalnya, dan menjebak toni sang bandar narkoba?


Rencana Dan jadwal Kegiatan




No
Tanggal
uraian
Keterangan
01
12 April 2012
Finising skenario dan Sponsor
Panitia
02
20 April s/d 22 april 2012
Piting Lokasi
Crew & panitia
03
13 Aprl s/d 13 Mei 2012
Iklan Media
Radar Kepahiang
04
5 s/d 6 Mei 2012
Audisi
Aula PT. PLN Ujan Mas
05
7 s/d 16 Mei 2012
Penghapalan dan pematangan pemain
Pemain & Crew
06
17 s/d 26 Mei 2012
Shooting
Pemain & Crew
07
27 mei s/d 27 Juni 2012
editing dan Finising Film
Crew


Selasa, 27 Desember 2011

Generasi Ujan Mas Merigi Tanam 40.000 Sengon

Pemuda LinTAs Masyarakat UjanmaS merigI, akan tanam sengon empat puluh ribu batang di lokasi Lahan Tidur Milik PT. PLN (Persero) Pembangkitan Bengkulu, dimana pada penanaman sengon ini akan dihadiri oleh bupati kepahiang, FKPD dan Kepala SKPD, Camat dan Kabag diwilayah Pemerintahan Kabupaten Kepahiang, serta Kades dan Lurah Sekecamatan Ujan Mas, selian itu di tanah seluas 30 hektar ini juga akan ditanam Pohon Buah-buahan seperti Durian Bengkulen, Mangga Bengkulen serta buah-buahan laiannya, dan kedepan ini akan dijadikan sebagai eko wisata Kabupaten Kepahiang

Senin, 19 Desember 2011

Sejarah Suku Rejang

Suku bangsa Rejang yang dewasa ini bertebaran tentunya mempunyai asal usul mula jadinya, dari cerita secara turun temurun dan beberapa karangan-karangan tertulis mengenai Rejang dapatlah dipastikan bahwa asal usul suku bangsa Rejang adalah di Lebong yang sekarang dan ini terbukti dari hal-hal berikut :

John Marsden, Residen Inggris di Lais (1775-1779), memberikan keterangan tentang adanya empat Petulai Rejang, yaitu Joorcalang (Jurukalang), Beremanni (Bermani), Selopo (selupu) dan Toobye (Tubay).
J.L.M Swaab, Kontrolir Belanda di Lais (1910-1915) mengatakan bahwa jika Lebong di angap sebagai tempat asal usul bangsa Rejang, maka Merigi harus berasal dari Lebong. Karena orang-orang merigi memang berasal dari wilayah Lebong, karena orang-orang Merigi di wilayah Rejang (Marga Merigi di Rejang) sebagai penghuni berasal dari Lebong, juga adanya larangan menari antara Bujang dan Gadis di waktu Kejai karena mereka berasal dari satu keturunan yaitu Petulai Tubei.
Dr. J.W Van Royen dalam laporannya mengenai “Adat-Federatie in de Residentie’s Bengkoelen en Palembang” pada pasal bengsa Rejang mengatakan bahwa sebagai kesatuan Rejang yang paling murni, dimana marga-marga dapat dikatakan didiami hanya oleh orang-orang dari satu Bang dan harus diakui yaitu Rejang Lebong.
Pada mulanya suku bangsa Rejang dalam kelompok-kelompok kecil hidup mengembara di daerah Lebong yang luas, mereka hidup dari hasil-hasil Hutan dan sungai, pada masa ini suku bangsa Rejang hidup Nomaden (berpindah-pindah) dalam tatanan sejarah juga pada masa ini disebut dengan Meduro Kelam (Jahiliyah), dimana masyarakatnya sangat mengantungkan hidupnya dengan sumber daya alam dan lingkungan yang tersedia.

Barulah pada zaman Ajai mereka mulai hidup menetap terutama di Lembah-lembah di sepanjang sungai Ketahun, pada zaman ini suku bangsa Rejang sudah mengenai budi daya pertanian sederhadan serta pranata sosial dalam mengatur proses ruang pemerintahan adat bagi warga komunitasnya. Menurut riwayat yang tidak tertulis suku bangsa Rejang bersal dari Empat Petulai dan tiap-tiap Petulai di Pimpin oleh seorang Ajai. Ajai ini berasal dari Kata Majai yang mempunyai arti pemimpin suatu kumpulan manusia.

Dalam zaman Ajai ini daerah Lebong yang sekarang masih bernama Renah Sekalawi atau Pinang Belapis atau sering juga di sebut sebagai Kutai Belek Tebo. Pada masa Ajai masyarakat yang bekumpul sudah mulai menetap dan merupakan suatu masyarakat yang komunal didalam sisi sosial dan kehidupannya sistem Pemerinatahan komunial ini di sebut dengan Kutai. Keadaan ini ditunjukkan dengan adanya kesepakatan antara masyarakat tersebut terhadap hak kepemilikan secara komunal. Semua ketentuan dan praktek terhadap hak dan kepemilikan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat dipimpin oleh seorang Ajai. Walaupun sebenarnya dalam penerapan di masyarakat seorang Ajai dan masyarakat lainnya kedudukannya tidak dibedakan atau dipisahkan berdasarkan ukuran derajad atau strata.

Sungguhpun demikian pentingnya kedudukan Ajai tersebut dan di hormati oleh masyarakatnya, tetapi masih dianggap sebagai orang biasa dari masyarakat yang diberi tugas memimpin, ke empat Ajai tersebut adalah:
Ajai Bintang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Pelabai suatu tempat yang berada di Marga Suku IX Lebong
Ajai Begelan Mato memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Kutai Belek Tebo suatu tempat yang berada di Marga Suku VIII, Lebong
Ajai Siang memimpin sekumpulan manusai yang menetap di Siang Lekat suatu tempat yang berada di Jurukalang yang sekarang.
Ajai Malang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Bandar Agung/Atas Tebing yang termasuk kedalam wilayah Marga Suku IX sekarang.

Pada masa pimpinan Ajai inilah datang ke Renah Sekalawi empat orang Biku/Biksu masyarakat adat Rejang menyebutnya Bikau yaitu Bikau Sepanjang Jiwo, Bikau Bembo, Bikau Pejenggo dan Bikau Bermano. Dari beberapa pendapat menyatakan bahwa para Bikau ini berasal dari Kerajaan Majapahit namun beberapa tokoh yang ada di Lebong berpendapat tidak semua Bikau ini bersal dari Majapahit. Dari perjalan proses Bikau ini merupakan utusan dari golongan paderi Budha untuk mengembangkan pengaruh kebesaran Kerajaan Majapahit, dengan cara yang lebih elegan dan dengan jalan yang lebih arif serta mementingkan kepedulian sosial dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya lokal. 

Melalui strategi para utusan Menteri Kerajaan seharusnya tidak lagi berusaha untuk menyebarkan kebudayaan serta bahasa Jawa. Oleh karena itu golongan paderi Budha yang memiliki tindakan yang tenang dan ramah tamah, dengan mudah dapat diterima dan masyarakat Rejang. Terbukti bahwa keempat Biku tersebut bukanlah mempunyai maksud merampas harta atau menerapkan upeti dan pajak terhadap Raja Majapahit, namun mereka hanya memperkenalkan kerajaan Majapahit yang tersohor itu dengan raja mudanya yang bernama Adityawarman. Sewaktu mereka sampai di Renah Sekalawi keempat Biku tersebut karena arif dan bijaksana, sakti, serta pengasih dan penyayang, maka mereka berempat tidak lama kemudian dipilih oleh keempat kelompok masyarakat (Petulai) dengan persetujuan penuh dari masyarakatnya sebagai pemimpin mereka masing-masing.
Biku Sepanjang Jiwo menggantikan Ajai Bitang
Biku Bembo menggantikan Ajai Siang
Biku Bejenggo menggantikan Ajai Begelan Mato
Biku Bermano menggantikan Ajai Malang

Setelah dipimpin oleh empat Biku, Renah Sekalawi berkembang menjadi daerah yang makmur dan mulai produktif pertaniannya sudah mulai bercocok tanam, berkebun dan berladang. Sehingga pada saat itulah kebudayaan mereka semakin jelas dan terkenal dengan adanya tulisan sendiri dengan abjad Ka-Ga-Nga (sampai sekarang masih lestari dan di klaim menjadi tulisan asli Bengkulu).

Setelah keempat Biku terpilih untuk memimpin kelompok masyarakat mendapat sebuah tantangan dalam bentuk bencana wabah penyakit yang menyerang masyarakat. Bencana itu terjadi kira-kira akhir abad ke XIII, wabah penyakit yang banyak merenggut jiwa masyarakat tanpa memandang umur dan jenis kelamin. Menurut ramalan para ahli nujum setempat yang menyebabkan datangnya musibah itu adalah seekor beruk putih yang bernama Benuang Sakti dan berdiam di atas sebuah pohon yang besar di tengah hutan.

Untuk mencari jalan keluar atas bencana yang terjadi, keempat Biku itu bersepakatlah untuk mencari pohon besar tersebut dan segera menebangnya dengan sebuah harapan setelah ditebang dapat mengakhiri wabah yang terjadi. Setelah membagi tugas masing-masing mereka berpencar ke segala penjuru hutan dan akhirnya rombongan Biku Bermano sampai dan menemukan pohon besar yang mereka cari, mereka kemudian segera untuk menebang pohon besar itu, namun usaha mereka tidak berhasil menebang pohon tersebut karena semakin ditebang oleh kapak, pohon tersebut semakin bertambah besar, kejadian yang sama terjadi, setelah rombongan dari Biku Sepanjang Jiwo sampai di tempat yang sama dan mencoba untuk menebang pohon besar itu, disusul rombongan dari Biku Bejenggo tetapi pohon itu pun tidak juga roboh. Pada saat itu munculah rombongan terakhir yaitu Biku Bembo dan kepada mereka diceritakan kejadian aneh yang mereka alami dalam menebang pohon besar yang tidak mau roboh setelah ditebang bahkan pohon itu bertamah besar.

“Riwayat saat bertemu rombongan pimpinan Biku Bembo bertemu dengan ketiga rombongan di tempat ditemukannya pohon besar yang di atasnya ada beruk putih bernama Benuang Sakti berada terlontarlah kata-kata dalam bahasa Rejang: pro pah kumu telebong  yang berarti di sini kiranya saudara-saudar berada. Sejak peristiwa itu Renah Sekalawi bertukar nama menjadi Lebong”.

Setelah diceritakan kejadian yang terjadi kepada rombongan Biku Bembo, mereka bermusyawarah untuk mengatasi masalah yang terjadi itu dan bersepakat meminta petunjuk kepada Sang Hiang (Yang Maha Kuasa) supaya dapat mencari cara bagaimana menebang pohon besar itu supaya dapat ditebang. Cara yang dilakukan oleh keempat Biku itu adalah dengan betarak (bertapa), setelah betarak dilakukan mereka mendapat petunjuk pohon itu dapat ditebang kalau dibawahnya digalang/ditopang oleh tujuh orang gadis muda/remaja.

Setelah itu mereka bergegas menyiapkan segala sesuatu petunjuk yang didapat oleh Sang Hiyang termasuk bagaimana caranya mereka mencari akal supaya ketujuh gadis itu supaya tidak menjadi korban atau mati tertimpa oleh pohon besar  yang akan dirobohkan. Selanjutnya mereka menggali parit untuk menyelamatkan ketujuh gadis penggalang itu. Setelah pekerjaan membuat parit dan ketujuh  gadis siap untuk menggalang pohon yang akan dirobohkan, maka mulailah pohon besar itu ditebang dan sesungguhnya pohon itu roboh di atas tempat ketujuh gadis penggalang.  Parit yang dibuat tepat di tempat rebahnya pohon besar yang telah ditebang telah menyelamatkan ke tujuh gadis  dari maut dan terlindungi di dalam parit yang dibuat.
“Peristiwa yang diriwayatkan di atas dijadikan awal dari pemberian nama bagi petulai-petulai mereka sesuai dengan pekerjaan rombongan pemimpin masing-masing  dalam usaha menebang pohon besar dimana tempat bersemayam beruk putih Benuang Sakti”.
Petulai Biku Sepanjang Jiwo diberi nama Tubeui atau Tubai, asal kata dari bahasa Rejang “berubeui-ubeui” yang  berarti berduyun-duyun.
Petulai Biku Bermano diberi nama Bermani, asal kata ini dari bahasa Rejang “beram manis” yang berarti tapai manis.
Petulai Biku Bembo diberi nama jurukalang, asal kata dari bahasa Rejang “kalang” yang berarti galang.
Petulai Biku Bejenggo diberi nama Selupuei asal kata dari bahasa Rejang “berupeui-uoeui” yang berarti bertumpuk-tumpuk.

Maka sejak saat itulah Renah Sekalawi bernama Lebong dan tercipta Rejang Empat petulai yang menjadi Intisari dan asal mula suku bangsa Rejang. 

Kesepakatan yang di bangun setalah prosesi penebangan kayu Benuang Sakti ini semua rakyat di bawah pimpinan Bikau Sepanjang Jiwo di mana saja mereka berada di satukan di bawah kesatuan Tubey dan berpusat di Pelabai. Dengan kembalinya Bikau Sepanjang Jiwo ke Majapahit atau ada yang berpendapat ke bagian Majapahit Melayu yang berfusat di Pagar Ruyung, kepemimpinan Bikau ini kemudian di gantikan oleh Rajo Mengat atau Rajo Mudo Gunung Gedang yang kedatangannya dapat diperkirakan sekitar abad ke-15.

Baru setelah kepemimpinan Rajo Mengat ini yang digantikan oleh anaknya bernama Ki Karang Nio yang memakai gelar Sultan Abdullah akibat pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan untuk invansi wilayah, maka anak komunitas ini bertebaran dan membentuk komunitas-komunitas baru atas kesepakatan besar yang dilakukan di Lebong kemudian Petulai Tubey ini dipecahkan menjadi Marga Suku IX yang berkedudukan di Kutai Belau Saten, Marga Suku VIII di Muara Aman dan Merigi untuk pecahan Petulai Tubey di Luar wilayah Lebong.

Petulai Selupu tidak pecah dan tetap utuh walaupun anggota-anggotanya bertebaran ke mana-mana. Menurut riwayat Bikau Pejenggo yang mengantikan Ajai Malang ini berkedudukan di Batu Lebar di Kesambe yang merupakan wilayah Rejang, sedangkan Desa Administratif Atas Tebing include ke dalam wilayah adat Selupu Lebong yang merupakan wilayah desa yang berbatasan dengan wilayah adat Rejang Pesisir dan Desa Suka Datang berada dalam wilayah Marga Suku IX secara fisik berbatasan dengan wilayah Adat Bintunan Rejang Pesisir.

Sistem Kelembagaan Komunal/Adat

Dari resume yang ditulis di atas dapat diketahui bahwa asal usul suku bangsa Rejang dari Lebong dan berasal dari empat Petulai yaitu Jurukalang, Bermani, Selupu dan Tubey. Dari Tulisan Dr Hazairin dalam bukunya De Redjang yang mengutip tulisan dari Muhammad Husein Petulai di sebut juga dengan sebutan Mego.

Hal ini di perkuat juga dengan tulisan orang-orang inggris yang pernah di Bengkulu Marsden dan Raffles demikian juga dengan orang Belanda Ress dan Swaab menyebut juga perkataan Mego.

Petulai atau Mego ini adalah kesatuan kekeluargaan yang timbul dari sistem unilateral dengan sistem garis keturunan yang patrilinial dan perkawinan yang eksogami, sekalipun mereka terpencar dimana-mana. Sistem eksogami ini merupakan syarat mutlah timbulya Petulai/clan sedangkan sistem kekeluargaan yang patrilineal sangat mempengaruhi sistem kemasyarakatan dan akhirnya mempengaruhi bentuk kesatuan dan kekuasaan dalam masyarakat.
Pada zaman Bikau masyarakat di atur atas dasar sistem hukum yang di buat berdasarkan azas mufakat/musyawarah, keadaan ini melahirkan kesatuan masyarakat hukum adat yang disebut dengan Kutai yang dikepalai oleh Ketuai Kutai. Kutai ini bersal dari Bahasa dan perkataan Hindu Kuta yang difinisikan sebagai Dusun yang berdiri sendiri, sehingga pengertian Kutai ini adalah kesatuan masyarakat hukum adat tunggal yang geneologis dengan pemerintahan yang berdiri sendiri dan bersifat kekeluargaan.
Pada Zaman kolonial kemudian sistem kelembagaan dan pemerintahan adat ini oleh Assisten Residen Belanda J. Walland (1861-1865) kemudian mengadopsi sistem pemerintahan lokal yang ada di wilayah Palembang dengan menyebut Kutai atau Petulai ini dengan sebutan Marga yang dikepalai oleh Pesirah. Dengan bergantinya sistem pemerintahan ini Kutai di ganti dengan sebutan Dusun sebagai kesatuan masyarakat hukum adat secara teroterial di bawah kekuasaan seorang Kepala Marga yang bergelar Pesirah.