Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Musi di Desa Ujan mas Kecamatan Ujan mas Kabupaten Kepahiang Bengkulu Untuk
menggerakan turbin, pembangkit ini mengambil air dari Sungai Musi berkisar 6
meter kubik per detik atau 6.000 liter per detik.
Pembangkit kemudian menyuplai listrik ke sistem
interkoneksi Sumatera sebesar 3 X 70 megawatt (MW). PLTA Musi dibangun dengan
membendung aliran ulu Sungai Musi untuk menggerakkan turbin.
Air Sungai Musi yang dibendung untuk dialirkan ke
dalam saluran sekitar 400 meter di kedalaman tanah tidak dialirkan kembali ke
sungai asalnya, Musi. Air Sungai Musi dibuang ke laut Bengkulu melalui Sungai
Aur.
Hal itu terpaksa dilakukan menurut pihak
PLTA karena sungai asal lebih tinggi. Air tidak mungkin dialirkan kembali ke
tempat asalnya yang lebih tinggi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) Bengkulu, Zenzi Suhadi, mengatakan, awal pembangunan PLTA
Musi itu memang sudah ada permasalahan dengan warga. Sempat terjadi konflik
antara pihak PLTA dengan warga Desa Tanjungalam.
Warga menolak pembangunan PLTA karena areal
pesawahan warga menjadi seperti danau akibat tergenang air limpahan dari
bendungan PLTA.
“Untuk kerusakan DAS Musi sendiri akibat
pembangunan PLTA itu kita belum melakukan investigasi secara mendalam. Namun
dari laporan informal, memang ada keluhan dari masyarakat,” katanya.
Ditambahkan Zenzi, ketika ketinggian air di
bendungan melebihi batas maksimal maka bendungan dibuka dan mengakibatkan ada
pemukiman warga dan areal persawahan yang terendam, seperti di daerah Bengkulu
Tengah.
Warga yang tinggal di pinggiran Daerah
Aliran Sungai (DAS) Musi di hilir bendungan tersebut diliputi perasaan cemas
karena air sungai sewaktu-waktu bisa saja datang seperti air bah.
“Kalau pihak PLTA membuka bendungan di atas
maka permukaan air naik sangat cepat. Warga yang tengah mandi harus buru-buru
keluar dari sungai kalau tidak ingin hanyut. Warga jadi resah,” ujar Rozi (38)
warga Desa Embongijuk Kecamatan Bermaniilir Kebupaten Kepahiang.
Dijelaskannya, pihak PLTA biasanya membuka
bendungan 2-3 hari sekali berdasarkan alat pengukur ketinggian air. Saat
ketinggian air untuk dialirkan ke turbin melebihi batas, maka pihak PLTA
membuka bendungan. Akibatnya, air naik dengan cepat mencapai 1,5 meter.
Bahkan dari data yang ada saat ini keberadaan
bendungan PLTA MUSI telah menelan sedikitnya 2 korban jiwa, yang terahir adalah
seorang Anak kecil berumur 9 Tahun di Desa Daspetah, yang hanyut saat mandi
bersama teman-temannya, yang diduga terjadinya air pasang secara tiba-tiba.
Selain itu Konflik dengan Masyarakat sekitar
sering terjadi karena tidak adanya perhatian dari Pihak PLTA MUSI terhadap
keberadaan masyarakat di wilayah Waduk, tidak ada usaha dan kerjasama
meningkatkan Tarap perekonomian masyarakat sekitar, sehingga di saat musim
peceklik masyarakat selalu mencari pekerjaan yang ujung-ujung nya terjadinya
konfilk ekonomi dengan warga PLTA MUSI
Selain itu pihak PLTA MUSI seolah menganggap
keberadaan Masyarakat sekitar waduk hanyalah orang lain yang tak perlu mendapat
perhatian apa-apa, keberadaan Lahan tidur yang seharus nya bisa dimaafkan untuk
kesejahteraan masyarakat sekitar, justru hanya dijadikan Lahan kosong yang
penuh dengan semak belukar, yang menurut warga justru menjadi sarang dari hama
babi, selain itu tidak ada usaha yang dilakukan oleh pihak PLTA MUSI terhadap
peningkatan kemampuan Pemuda di sekitar waduk, baik berupa pelatihan ataupun
pemberian modal usaha untuk peningkatan SDM pemuda masyarakat desa diwilayah
waduk PLTA MUSI tersebut, dan hal ini merupakan bom waktu saja bagi pihak PLTA
MUSI dan masyarakat sekitar PLTA MUSI untuk terjadinya konflik.
dan diharapkan dengan adanya Organisasi
Kepemudaan yang terdiri dari Pemuda-Pemuda wilayah Ujan Mas Merigi yang
tergabung dalam ‘Save Generation PLTA MUSI ( Pemuda LinTAs Masyarakat UjanmaS
merigI), wacana konflik antara Masyarakat sekitar PLTA MUSI dapat
diminimalisir, dan tentunya ini juga harus didukung dengan keseriusan dari
pihak Managemen PLTA MUSI.tq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar